Indonesia mengenal Raden Ajeng Kartini sebagai simbol emansipasi perempuan, namun ada sisi menarik dari perjuangannya yang sering luput dari perhatian: keberanian dan ketegasan yang menyerupai maskulinitas. Dalam upayanya memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, Kartini menunjukkan bahwa keberanian tidak mengenal gender. Ia membuktikan bahwa maskulinitas juga dapat hadir melalui tekad, pemikiran, dan tindakan yang melampaui batas-batas sosial yang mengungkung perempuan pada masanya.
Maskulinitas Bukan Hanya Soal Fisik
Maskulinitas kerap diasosiasikan dengan kekuatan fisik atau dominasi, tetapi pada Kartini, maskulinitas hadir dalam bentuk keberanian melawan ketidakadilan dan keteguhan untuk berdiri di atas prinsip. Hal ini menunjukkan bahwa maskulinitas sejati bukan tentang gender, melainkan karakter.
Bagi para Coolins, keteladanan Kartini mengajarkan bahwa keberanian intelektual dan moral sangatlah penting. Pria dapat belajar dari Kartini untuk menggunakan suara mereka melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak-hak yang selama ini diabaikan, baik untuk dirinya maupun orang lain. Tidak ada salahnya pria mengambil inspirasi dari seorang Kartini, yang menampilkan sisi maskulin melalui keberanian untuk melawan norma yang salah.
Keteguhan Kartini dalam Membela Hak Pendidikan
Pendidikan adalah isu utama yang diperjuangkan Kartini. Di tengah budaya patriarki yang menempatkan perempuan di posisi subordinat, Kartini dengan tegas menyatakan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Ia tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi generasi perempuan setelahnya.
Dikutip dari itjen.kemdikbud mengenai peran RA Kartini dalam memajukan pendidikan perempuan di Indonesia dimulai pada awal abad ke-20. Saat itu, telah terjadi perubahan-perubahan masyarakat di Indonesia yang diawali dengan pandangan bumiputera. Pada saat yang sama, gagasan tentang kemajuan mulai tumbuh dan salah satunya pendidikan perempuan. RA Kartini adalah sosok perempuan pertama yang memperjuangkan dan memprakarsai perkumpulan dan memajukan pendidikan perempuan. Dia memulai sebuah sekolah kecil yang mengajarkan baca-tulis, kerajinan tangan, dan memasak.
Nah Coolins Hasil dari gerakan perempuan khususnya di bidang pendidikan dan pengajaran membuahkan hasil yang dirasa cukup baik. Beberapa Prestasinya adalah mendirikan sekolah, organisasi perempuan, dan yang terpenting memajukan pendidikan perempuan. Status sosial perempuan akhirnya juga ikut berubah. dibidang politik, perempuan diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pemilihan anggota DPR
Coolins, pria dapat mengambil pelajaran dari dedikasi Kartini terhadap pendidikan sebagai cara untuk memperbaiki kehidupan. Banyak pria modern mungkin memiliki akses pendidikan yang lebih baik, tetapi bagaimana mereka menggunakannya? Seperti Kartini, pria harus menggunakan pengetahuan mereka untuk memberdayakan orang-orang di sekitar mereka, terutama mereka yang kurang beruntung. Dedikasi seperti ini adalah bentuk maskulinitas sejati yang mengutamakan kepentingan bersama daripada ego pribadi.
Maskulinitas Kartini Terlihat dalam Kemampuan Memimpin
Kartini juga menunjukkan kepemimpinan yang kuat, meski tanpa posisi formal. Ia memimpin melalui ide, tulisan, dan tindakannya yang revolusioner. Dalam surat-suratnya, ia menginspirasi orang lain untuk melihat dunia dari sudut pandang yang lebih inklusif dan adil.
Baca Juga: Menggoyang Patriarki, Membuka Jalan Kesetaraan di India
Nah Coolins, Kartini adalah contoh bahwa kepemimpinan tidak selalu harus tentang dominasi atau kekuasaan. Kepemimpinan sejati adalah tentang membimbing dan menginspirasi orang lain untuk menjadi lebih baik. Pria dapat belajar dari Kartini untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya berfokus pada hasil, tetapi juga pada dampak positif yang mereka ciptakan bagi masyarakat. Kepemimpinan seperti ini jauh lebih bernilai dibandingkan sekadar menunjukkan otoritas.
Warisan Ketegasan Kartini untuk Perempuan dan Pria Modern
Warisan Kartini tidak hanya relevan bagi perempuan, tetapi juga pria. Keberanian Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan adalah pelajaran universal. Di era modern ini, pria sering kali menjadi saksi atau bahkan pelaku dari ketidakadilan gender, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Coolins, pria dapat terinspirasi dari Kartini untuk menjadi pendukung aktif dalam memperjuangkan kesetaraan. Sebagai individu yang memiliki privilege lebih besar dalam banyak aspek sosial, pria memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa perempuan mendapatkan hak yang sama, terutama dalam pendidikan. Kartini menunjukkan bahwa kesetaraan bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Kesimpulan
Coolins, cerita Kartini membuktikan bahwa maskulinitas sejati tidak selalu berhubungan dengan gender, tetapi lebih pada karakter: ketegasan, keberanian, dan kepemimpinan. Perjuangannya untuk pendidikan perempuan menunjukkan bahwa setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi untuk membawa perubahan besar dalam masyarakat.
Bagi pria, inspirasi dari Kartini adalah panggilan untuk menjadi pribadi yang lebih berani, tegas, dan peduli. Menggunakan posisi dan keistimewaan mereka untuk mendukung kesetaraan adalah bentuk maskulinitas yang mulia. Dunia membutuhkan lebih banyak pria yang tidak hanya memperjuangkan hak mereka sendiri, tetapi juga hak orang lain yang mungkin tidak memiliki suara sebesar mereka.
Coolins, mari kita terus membawa semangat Kartini ke masa depan. Inspirasi yang ia berikan tidak hanya untuk perempuan, tetapi juga untuk pria yang ingin menjadi agen perubahan sejati. Melalui keberanian dan ketegasan seperti yang diperlihatkan Kartini, kita semua, tanpa memandang gender, dapat bekerja bersama untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan setara. Perjuangan Kartini adalah milik kita semua, sebagai pengingat bahwa setiap langkah kecil dapat membawa perubahan besar.