Nestapa Pria Korban Pelecehan Seksual: Diabaikan, Ditertawakan.

Written By :

Category :

Kesehatan

Posted On :

Share This :

Ya benar, pelecehan seksual. Coolins tidak salah mendengarnya. Perilaku tidak terpuji ini juga bisa terjadi pada kaum pria. Meskipun stereotip umum di masyarakat adalah bahwa pelecehan seksual hanya terjadi pada perempuan, kenyataannya kaum pria juga dapat menjadi korban pelecehan seksual. Meskipun angka kejadian pelecehan seksual terhadap pria cenderung lebih rendah daripada pelecehan seksual terhadap perempuan, namun hal ini tidak mengurangi seriusnya masalah ini.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang diluncurkan oleh Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan INFID, pada tahun 2020 ada 33% laki-laki yang mengalami kekerasan seksual khususnya dalam bentuk pelecehan seksual. Menurut Sri Wahyu Ningsih, founder dari Women Crisis Center (WCC) Malang, pelecehan seksual dapat terjadi kepada siapa saja. Tak sebatas pada perempuan saja tapi juga terdapat korban laki-laki. 

“Nggak cuma korban perempuan saja, akan tetapi korban laki-laki juga ada meskipun jumlahnya tak sebanyak korban pelecehan seksual perempuan. Pelakunya bisa perempuan atau dari kaum laki-laki itu sendiri”. Ujarnya saat diwawancarai oleh redaksi mascoolin.

Pelecehan seksual dapat meningkatkan rasa depresi pada korban. (Sumber: Freepik)

Pelecehan seksual terhadap pria bisa melibatkan tindakan fisik seperti pemaksaan untuk melakukan aktivitas seksual atau sentuhan yang tidak diinginkan. Ini juga dapat mencakup pelecehan verbal seperti komentar yang merendahkan atau mengancam secara seksual. Pelecehan seksual terhadap pria bisa terjadi di berbagai lingkungan, termasuk di tempat kerja, dalam hubungan intim, di institusi pendidikan, atau dalam situasi lainnya.

Contoh pelecehan seksual dengan korban pria yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus pelecehan seksual yang terjadi di tahun 2021. Sebagaimana dilansir oleh Detik.com, seorang remaja laki-laki asal probolinggo, jawa timur mengalami pelecehan seksual. Remaja pria berusia 16 tahun tersebut mengaku telah menjadi korban perkosaan yang dilakukan oleh seorang perempuan berinisial DAP (28 tahun). Menurut keterangan korban, pelaku menyuruh FA datang ke rumah kontrakannya untuk membicarakan masalah pekerjaan. Setibanya di rumah pelaku, bukannya membahas masalah pekerjaan,  FA malah dicekoki DAP dengan minuman keras hingga tidak sadarkan diri. Dalam kondisi tidak berdaya, FA dipaksa untuk melayani pelaku. Kasus pelecehan pria bahkan juga dilakukan oleh kaum pria itu sendiri. Pada tahun 2020 muncul sebuah kasus yang cukup menghebohkan publik. Kasus tersebut adalah kasus WNI Indonesia yang tinggal di Inggris yakni Reynhard Sinaga. Predator pelecehan seksual tersebut melecehkan banyak korban di mana terdapat 48 korban laki-laki dan diduga melakukan 159 kasus perkosaan dan serangan seksual di Inggris. Kasus ini bahkan menjadi trending topic dunia kala itu.

Kebanyakan korban pelecehan seksual setelah mengalami hal tersebut akan mengalami depresi yang teramat berat. Pria yang mengalami pelecehan seksual dapat mengalami ketidakstabilan emosional dan mental. Pria korban pelecehan seksual seringkali mengalami berbagai reaksi emosional, seperti rasa malu, rasa bersalah, kehilangan harga diri, kecemasan, dan kemarahan. Mereka juga dapat mengalami perasaan terisolasi, sulit mempercayai orang lain, dan kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat. Seorang pria yang mengalami pelecehan seksual cenderung dicap lemah dan tidak jantan karena dianggap tidak mampu melawan ketika berhadapan dengan pelaku pelecehan. Anggapan bahwa pria dianggap lemah ketika mengalami pelecehan seksual sebagian besar berkaitan dengan stereotip gender yang ada dalam masyarakat. Dalam beberapa budaya dan norma sosial, pria diharapkan untuk menunjukkan kekuatan, keberanian, dan dominasi seksual. Ketika seorang pria mengalami pelecehan seksual, hal itu dapat menantang pandangan tersebut dan menimbulkan konflik dengan stereotip tersebut. Seringnya pria yang mengalami pelecehan seksual akan diabaikan bahkan ditertawakan. 

Trauma yang mendalam juga dapat mempengaruhi kepribadian korban yang mengalami pelecehan seksual. (Sumber: Freepik)

Selain itu, ada kecenderungan dalam masyarakat untuk meminimalkan pengalaman pelecehan seksual terhadap pria atau bahkan meragukan kebenaran pengalaman mereka. Ini dapat membuat pria ragu untuk melaporkan atau mencari bantuan, karena takut akan ketidakpercayaan atau stigmatisasi yang lebih besar. Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang pelecehan seksual terhadap pria juga dapat menyebabkan stigma dan pengabaian terhadap korban pria.

Sri Wahyu Ningsih juga mengungkapkan bahwa korban pelecehan seksual membutuhkan penanganan yang tepat. Korban pelecehan seksual memerlukan dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, teman dekat, atau pasangan mereka. Jika diperlukan, mereka juga dapat mencari bantuan dari kelompok dukungan atau profesional kesehatan mental yang berpengalaman dalam membantu korban pelecehan seksual guna melakukan sesi konsultasi. Konseling atau terapi dapat membantu pria korban pelecehan seksual dalam mengatasi dampak psikologis dan emosional dari pengalaman mereka. Terapis yang terlatih dapat membantu pria korban pelecehan untuk bisa  mengelola trauma, memperbaiki harga diri, mengatasi kecemasan, dan membangun strategi pemulihan yang sehat.

Penting untuk menyadari bahwa pelecehan seksual tidak memandang jenis kelamin korban. Setiap individu, termasuk pria, memiliki hak untuk hidup bebas dari pelecehan seksual dan layak mendapatkan dukungan dan perlindungan jika menjadi korban pelecehan seksual.

Penulis: Sendy Aditya/Mascoolin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *