Ngopi di kafe sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban, khususnya di kalangan anak muda. Dulunya, kafe adalah tempat yang identik dengan suasana santai dan diskusi ringan. Kini, kegiatan ngopi seolah mengalami pergeseran makna. Tidak lagi sekadar untuk menikmati kopi atau berkumpul dengan teman, melainkan telah berubah menjadi ajang “adu outfit.” Banyak orang yang rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk mempersiapkan penampilan sebelum ngopi, hanya demi tampil keren di depan kamera dan sosial media.
Hal ini selaras dengan yang diutarakan oleh kompasiana.com, bahwa biasanya orang tersebut ingin dirinya menjadi pusat perhatian atau center of attention dari orang-orang disekitarnya agar dirinya mendapat pengakuan bahwa dirinya lebih keren dan paham trend fashion masa kini.
Fenomena Ngopi dan Gaya Hidup Kekinian
Ngopi di kafe bukanlah hal baru. Sejak lama, kegiatan ini populer di berbagai negara, dari warung kopi di Turki hingga kafe di Paris. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, budaya ngopi di Indonesia mengalami perkembangan yang menarik. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Malang, dan Surabaya, tumbuh suburnya kafe-kafe instagramable menjadi magnet bagi kaum muda. Selain menawarkan berbagai varian kopi, kafe-kafe ini juga didesain sedemikian rupa agar cocok dijadikan latar untuk berfoto. Interior yang artistik, suasana yang nyaman, dan pencahayaan yang baik menjadikan tempat-tempat ini populer di kalangan anak muda yang hobi pamer gaya di media sosial.
Yang menarik, fenomena ini turut mengubah cara pandang orang terhadap kegiatan ngopi itu sendiri. Jika dulu orang pergi ke kafe untuk menikmati kopi dan bersantai, kini sebagian besar justru datang dengan niat untuk “nampang” di media sosial. Kafe bukan lagi sekadar tempat untuk bersosialisasi, tetapi juga menjadi panggung untuk memamerkan outfit terkini. Ini menciptakan tren baru di mana ngopi berubah menjadi ajang adu penampilan.
Kafe Sebagai Panggung Fashion
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat memiliki peran besar dalam mempopulerkan fenomena ngopi sebagai ajang adu outfit. Banyak anak muda yang menjadikan kunjungan ke kafe sebagai kesempatan untuk menunjukkan gaya berpakaian mereka. Bahkan, tak jarang orang yang sengaja merencanakan outfit mereka berdasarkan tema kafe yang akan mereka kunjungi. Misalnya, jika kafe tersebut memiliki desain vintage, maka mereka akan mengenakan pakaian bergaya retro agar terlihat serasi dengan suasana kafe.
Selain itu, hasrat untuk mendapatkan “likes” dan “views” di media sosial turut mempengaruhi perilaku ini. Orang-orang ingin tampil sempurna di depan kamera, dan ini memotivasi mereka untuk memikirkan outfit dengan sangat serius sebelum pergi ke kafe. Bahkan, ada yang rela menyewa pakaian atau aksesoris mahal demi mendapatkan foto yang estetik dan mengundang pujian di dunia maya.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan, apakah ngopi sekarang masih tentang menikmati kopi, atau sudah berubah menjadi tentang tampil keren di sosial media?
Memunculkan Budaya Konsumtif
Seiring dengan maraknya fenomena adu outfit di kafe, ada kekhawatiran bahwa hal ini semakin memperkuat budaya konsumtif di kalangan anak muda. Gaya hidup modern, terutama yang dipengaruhi oleh media sosial, sering kali mendorong individu untuk terus-menerus membeli barang-barang baru agar bisa mengikuti tren. Hal ini berlaku tidak hanya untuk fashion, tetapi juga untuk pilihan tempat nongkrong.
Setiap minggu, ada kafe baru yang dibuka dengan konsep unik, dan hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi anak muda yang ingin selalu terlihat up to date. Mereka merasa perlu untuk selalu datang ke kafe-kafe terbaru dengan outfit yang sesuai dengan tren terkini. Akibatnya, budaya ngopi yang seharusnya sederhana dan fokus pada kualitas kopi justru bertransformasi menjadi ajang konsumsi yang berlebihan, baik dalam hal pakaian maupun tempat.
Bukan hanya itu, ajang “adu penampilan” ini juga menimbulkan tekanan sosial. Orang-orang merasa dituntut untuk tampil “sempurna” setiap kali mereka nongkrong di kafe, meskipun mungkin mereka sebenarnya hanya ingin bersantai. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan stres dan kecemasan bagi mereka yang merasa tidak mampu mengikuti standar penampilan yang ada di media sosial.
Kehilangan Esensi Ngopi?
Bagi pecinta kopi sejati, fenomena adu outfit di kafe mungkin terasa mengganggu. Mereka yang benar-benar menghargai seni menyeduh kopi dan menikmati setiap teguknya mungkin merasa bahwa esensi ngopi telah hilang. Kafe yang dulu menjadi tempat untuk bersantai dan berbincang santai kini berubah menjadi ruang yang penuh dengan orang-orang yang sibuk berfoto dan memamerkan penampilan mereka.
Lebih dari itu, fenomena ini juga berpotensi mengaburkan nilai dari kegiatan ngopi itu sendiri. Kopi, yang seharusnya menjadi pusat perhatian, justru sering kali menjadi elemen sekunder. Orang datang ke kafe bukan lagi untuk merasakan kekayaan rasa kopi, melainkan untuk menciptakan konten visual yang menarik. Bahkan, tak jarang kopi yang dipesan hanya dijadikan properti foto, bukan benar-benar untuk dinikmati.
Namun, tidak semua orang merasa bahwa perubahan ini sepenuhnya negatif. Bagi sebagian orang, ngopi di kafe sambil mengenakan outfit keren adalah bentuk ekspresi diri. Mereka melihat ini sebagai cara untuk merayakan kreativitas dan kepribadian melalui mode. Dalam pandangan ini, ngopi dan adu outfit adalah kombinasi dari dua hal yang menyenangkan, menikmati kopi yang lezat dan mengekspresikan diri melalui gaya berpakaian.
Apa yang Salah dengan Adu Outfit?
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan ingin tampil keren saat ngopi. Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk menikmati hidup, dan jika seseorang merasa senang mengenakan pakaian terbaik mereka saat pergi ke kafe, itu adalah hak mereka. Masalahnya muncul ketika adu outfit ini mulai mendominasi pengalaman ngopi itu sendiri, sehingga mengalihkan perhatian dari tujuan utama, yakni menikmati kopi dan bersosialisasi.
Lebih jauh, fenomena ini juga bisa berdampak pada eksklusivitas sosial. Kafe-kafe yang dulu inklusif dan terbuka untuk semua kalangan, kini bisa terasa lebih elit dan “terbatas” bagi mereka yang tidak mampu atau tidak tertarik untuk ikut dalam tren adu outfit. Orang-orang yang datang hanya untuk menikmati kopi dan berbincang dengan teman mungkin merasa canggung atau tidak nyaman di tengah lingkungan yang begitu fokus pada penampilan.
Keseimbangan Antara Penampilan dan Esensi
Pada akhirnya, fenomena ngopi sebagai ajang adu outfit adalah cerminan dari budaya kita saat ini, di mana media sosial dan penampilan visual memiliki peran yang sangat dominan. Namun, penting untuk diingat bahwa esensi dari ngopi seharusnya tetap ada, yaitu menikmati kopi yang enak, bersosialisasi, dan merayakan momen kebersamaan.
Bagi mereka yang mencintai fashion dan ingin tampil keren, tidak ada salahnya untuk berdandan saat pergi ngopi. Namun, penting juga untuk tidak melupakan nilai asli dari pengalaman itu sendiri. Menikmati kopi yang berkualitas, menghargai suasana kafe, dan berbagi cerita dengan teman-teman seharusnya tetap menjadi inti dari kegiatan ngopi.
Mungkin yang terbaik adalah menemukan keseimbangan antara dua hal ini. Ngopi bisa tetap menjadi momen yang menyenangkan untuk mengekspresikan gaya pribadi, tetapi pada saat yang sama, tidak mengesampingkan pengalaman menikmati kopi itu sendiri. Dengan cara ini, kita bisa tetap merayakan dua hal yang kita cintai yaitu kopi dan fashion tanpa kehilangan esensi dari keduanya.